Ridho orang tua memang salah satu hal yang sangat menentukan
bagaimana sebagian besar jalan hidup saya terjadi! Begitu pun dengan kisah
perburuan beasiswa yang saya lakukan. Saya tidak akan bercerita panjang lebar
tentang apa yang saya alami, karena kisah ini bukanlah kisah yang memiliki
'happy ending', tapi semoga dapat menyadarkan kita semua akan satu faktor yang
sangat menentukan jalan yang akan kita tapaki di kemudian hari.
Lanjut Kuliah?
Sebelum berkeinginan untuk melanjutkan kuliah, saya hanya
ingin bersyukur karena saya mampu menyelesaikan pendidikan S1 saya karena saya
tergolong orang yang (karena kondisi tak terduga saat itu) tidak mampu untuk
bersekolah tinggi, bahkan saya hampir saja tidak mampu melanjutkan sekolah ke
jenjang menengah pertama, tetapi terima kasih pada kedua orang tua saya yang
mampu menjadi orang tua hebat sehingga sampai sekarang saya dapat mengenyam
pendidikan yang layak :) Banyak sekali drama tersembunyi dalam perjalanan
pendidikan saya yang mana belum siap saya sampaikan :D
Selepas S1 saya tidak memiliki biaya untuk melanjutkan
sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi, saya tidak punya pangkat untuk
menjadikan suara saya didengar, karena lingkungan saya bukan lingkungan yang
mau mendengarkan apa KONTEN dari ucapan saya, namun SIAPA saya. Saya tidak
mempunyai kekuatan untuk merubah segala sesuatu yang sudah ada, yang saya mampu
adalah mengamalkan ilmu yang saya miliki di bidang pendidikan untuk membantu
mendidik mereka yang membutuhkan. Sepertinya "undzur ma qola wa laa
tandzur man qola" belum berlaku di sini :)
LPDP?
Bermodal keinginan simple untuk melanjutkan
sekolah ke jenjang berikutnya, saya pun mencoba mendaftar beasiswa LPDP. Saat
itu informasi tentang LPDP masih sedikit dan alhamdulillah website LPDP sendiri
sudah sangat membantu untuk mengikuti prosesnya. Saya pun mendaftar tanpa kendala
dan orang tua saya saat itu mendukung apa yang saya lakukan.
Alhamdulillah, saya pun mendapatkan email yang berisi daftar
nama yang lolos seleksi administrasi. Saya pun menghubungi orang tua saya yang
berada di pulau seberang bahwa saya lolos seleksi ini. Saya pun bersiap untuk
mengikuti seleksi wawancara yang saat itu dilaksanakan di Unair (karena saya
memilih Surabaya sebagai lokasi wawancara saya).
Beberapa Hari sebelum Seleksi Lanjutan
Kira-kira kurang dari seminggu sebelum seleksi wawancara dan
LGD berlangsung, saya mendapatkan telepon dari Ibu. Entah kenapa Ibu tiba-tiba
berkata, "Lanjut kuliahnya gak bisa tahun depan aja ta, Kak?" Saya
bingung dan terdiam, jelas bertanya-tanya kenapa Ibu tiba-tiba berubah pikiran
untuk mendukung penuh keputusan saya sebelumnya. Saya hanya menjawab dan
meminta ijin untuk tetap mengikuti seleksi wawancara LPDP gelombang ini, dan
Ibu hanya berkata ringan, "iya."
Pada saat itu memang ada sesuatu yang benar-benar membuat
saya untuk tetap berada di tanah air bersama saudara saya satu-satunya.
Ketika Ridho Allah merupakan Ridho Ayah dan Ibu
Di hari berlangsungnya seleksi, saya mendapatkan giliran
untuk melakukan LGD terlebih dahulu. Sampai tahap ini, saya masih merasa
segalanya berjalan dengan lancar. Hari selanjutnya adalah hari untuk melakukan
seleksi wawancara di mana saya mulai menemukan banyak kendala. Saya sudah
dengan sangat berhati-hati untuk make sure kalau besok akan berjalan
dengan lancar juga. Saya mendapatkan giliran di siang hari dan bertanya pada
panitia apakah saya bisa datang sekitar 2-3 jam sebelum jadwal saya karena saya
masih harus mengajar, dan mereka pun mengatakan dua jam sebelum jadwal yang
ditentukan saya sudah harus berada di lokasi. Keesokan harinya, saya
benar-benar tiba di lokasi 2.5 jam sebelum jadwal saya, namun yang saya dapati
adalah tidak ada lagi peserta seleksi yang mengantri di luar ruang seleksi saya
:) Yaa Allah, kok gini? *runtuk dalam hati*
Saya pun bertanya pada peserta yang mengantri di luar
ruangan sebelah, dan mereka mengatakan bahwa memang yang di ruangan saya sudah
selesai semua tetapi interviewernya belum terlihat meninggalkan ruangan. Saat
itu juga salah satu interviewer keluar ruangan (sepertinya psikolognya), dan
saya bertanya apa masih bisa melakukan seleksi, saya pun dipersilahkan
masuk.
Dalam ruangan wawancara, belum sempat saya duduk, saya sudah
dilemparkan sebuah pertanyaan yang menohok oleh salah satu interviewernya,
"Gak niat ya?" hehe itu makjleb sih waktu itu, tapi saya berusaha
tenang dan menjalani proses wawancara yang kurang menyenangkan (karena
interviewernya tampak ingin segera mengakhiri proses itu). Selepas wawancara,
saya pun merasa saya sudah tahu hasilnya :)
Pengumuman
Alhamdulillah, ternyata saya benar-benar tidak lolos seleksi
wawancara saat itu :)
Sebaik apapun persiapan yang saya lakukan, ada faktor lain
yang mampu mengubah segalanya dalam sekejap. Dalam hal ini, saya pun sangat
sadar kalau ridho Ibu yang tidak diberikan saat itu sangatlah berpengaruh pada
segala sesuatu yang terjadi dalam proses yang saya jalani. Pesan saya, jangan
pernah mengesampingkan ridho Ayah dan Ibu, memang kita harus terus berusaha,
namun ridho mereka sangatlah penting (selama itu semua tidak melanggar apa yang
diperintahkan oleh Allah SWT). Memang, pelajaran yang datang dari kegagalan
terkadang tidak mudah untuk diterima dan dipahami, namun, pasti ada sesuatu
yang harus kita lalui sebelum mendapatkan sesuatu yang berharga. Semoga di
tulisan selanjutnya saya sudah mampu menghadirkan akhir yang saya harapkan
:)